Focus Group Discussion Penyusunan Pola Perjalanan Wisata Minat Khusus Gastronomi Kawasan Borobudur
Rapat dihadiri oleh:
Ibu Rizki Handayani, Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan (Events).
Bapak Alexander Reyaan, Direktur Wisata Minat Khusus, Kemenparekraf
Bapak Restu Gunawan, Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, Kemendikbudristek
Bapak Anton Wibisono, Direktorat Pelindungan Kebudayaan, Kemendikbudristek
Ibu Vita Datau, Indonesia Gastronomy Forum
Ibu Helianti Hilman dan Tim Javara Culture
Ibu Ismayanti, Universitas Sahid
Bapak Yudi, Balai Konservasi Borobudur
Bapak Adrianto Kurniawan, Direktorat Pengembangan Destinasi Regional I, Kemenparekraf
Bapak Arya Anindita, Koordinator Bidang Produk dan Promosi Wisata Budaya dan Buatan, Kemenparekraf.
Rapat koordinasi dibuka oleh Ibu Deputi Produk Wisata dan Penyelenggaraan Kegiatan (Events), dilanjutkan dengan agenda review pola perjalanan wisata gastronomi kawasan Borobudur.
Poin Diskusi:
1️. Kemenparekraf menyampaikan:
Pola perjalanan wisata Borobudur Trail of Gastronomy (BToG) adalah pola perjalanan yang menawarkan pengalaman berwisata dengan menyertakan pendekatan identitas atau kekhasan lanskap geografis, budaya dan tradisi, melalui ragam cita rasa kuliner di kawasan Borobudur.
Pola perjalanan wisata gastronomi kawasan Borobudur dikembangkan ke dalam tujuh subtema jalur wisata tematik berdasarkan relief flora dan fauna pada Candi Borobudur yang dijadikan sebagai bahan baku olahan makanan tradisional lokal di kawasan Borobudur. Selain itu juga ditambahkan atraksi planting & harvesting, cooking, food tasting, visiting, gamification, serta event & fairs.
Rapat koordinasi bertujuan untuk mendapatkan pemahaman dan kesepakatan bersama perihal konsep tema, subtema, narasi, dan atraksi pada 7 subtema jalur wisata gastronomi.
Kemendikbudristek menyampaikan: Terdapat rencana pembatasan zona kunjungan di Candi Borobudur sehingga wisatawan hanya dapat mengunjungi halaman candi. Pola perjalanan wisata gastronomi ini dipandang penting karena dapat manjadi daya tarik utama kunjungan wisatawan apabila rencana pembatasan zona kunjungan tersebut mulai diberlakukan.
Balai Konservasi Borobudur menjelaskan mengenai bahan pangan dan peralatan masak yang tampak pada relief Candi Borobudur, serta kebiasaan masyarakat Jawa Kuno terkait hal-hal tersebut:
Bahan Pangan: umbi-umbian (singkong dan talas), kelapa, jagung, padi, juwawut, rempah-rempah (asam jawa dan pinang), sukun, kluwih, buah-buahan (mangga, jambu, nangka, pisang, durian), ikan.
Peralatan memasak
Dapur tradisional
Alat-alat memasak tradisional (kukusan bambu, kompor tradisional/lumpang, kuali gerabah, gilingan dan penumbuk batu.
Ibu Ismayanti menyampaikan:
Pengalaman berwisata dalam wisata gastronomi harus memasukkan komponen food as a lifestyle, local product, culture and history, story behind the food, dan nutrition and healthiness.
Review narasi pola perjalanan wisata gastronomi:
menekankan pada pangan pendamping beras
memuat proses pengolahan makanan secara sehat dan nilai gizi serta manfaat bumbu dan masakan
mengarah pada program Indonesia Spice Up the World (ISUTW)
melibatkan aktor/kolaborasi lintas stakeholder dalam ekosistem wisata gastronomi
Dalam melibatkan seluruh desa di kawasan Borobudur dapat menerapkan konsep desa inti dan desa plasma.
Dalam memasarkan produk gastronomi, dapat diperkenalkan konsep marketplace dan fintech.
Extreme food juga dapat menjadi salah satu daya tarik wisata gastronomi
Ibu Vita Datau menyampaikan:
Terkait dengan tren wisata pascapandemi, pola perjalanan wisata gastronomi sebaiknya juga memperhatikan isu sustainability, green, dan well-being.
Selain mendapatkan informasi, pola perjalanan wisata gastronomi Kawasan Borobudur perlu mengakomodir kreativitas wisatawan dengan memberikan sesi eksplorasi misalnya meracik rempah sendiri.
Pertimbangkan kapasitas pengunjung yang dapat diakomodir dalam jalur wisata. Sebaiknya dilakukan uji trail terlebih dahulu.
6️. Ibu Helianti Hilman menyampaikan:
Pengembangan wisata gastronomi di kawasan Borobudur harus dapat meningkatkan entrepreneurship masyarakat Borobudur.
Wisata gastronomi from farm to table telah menjadi hal yang biasa, maka wisata gastronomi from relief to table adalah suatu distinctive point dan kelebihan bagi wisata gastronomi di kawasan Borobudur.
Dalam mengolah masakan, SDM di Borobudur sebaiknya tetap menjunjung tradisi namun juga menyesuaikan dengan selera wisatawan (flavor tuning). Pendampingan pengolahan makanan sehat juga sebaiknya dilakukan.
Makanan yang disajikan di kawasan Borobudur sebaiknya makanan yang berasal dari tanaman endemik. Homestay sebaiknya menyajikan buah-buah dan sayur lokal dalam menu serta menanamnya di halaman.
Pengemasan makanan yang higienis dan menarik menjadi salah satu poin yang harus ditingkatkan.
Kedai Desa yang merupakan showcase dari produk unggulan Borobudur dapat menjadi motivasi entrepreneur masyarakat setempat. Masyarakat sebaiknya dilatih untuk mengkurasi produk untuk dipasarkan. Selanjutnya Balkondes juga dapat membangun sebuah collective kitchen.
Toilet menjadi komponen yang perlu diperhatikan dalam wisata gastronomi
Kesimpulan dan Tindak Lanjut:
Wisatawan minat khusus gastronomi memiliki ketertarikan yang tinggi pada well-being, dalam hal ini makanan sehat bernutrisi.
Sesuai dengan tren wisata pascapandemi, konsep pola perjalanan wisata BToG sebaiknya memiliki konsep sustainable, well-being dan authentic/local wisdom.
Melakukan mapping untuk memperoleh 3 unsur (actor, place, theme) sebagai konsep penyusunan gastronomic trail.
Akan dilakukan diskusi lanjutan dan sinergi untuk merealisasikan pola perjalanan BToG.
Berkoordinasi dengan Direktorat Pengembangan Destinasi terkait kebutuhan peningkatan amenitas sebagai salah satu kebutuhan dalam pengemasan paket produk wisata gastronomi.