FGD Pengembangan Wisata Kesehatan di Indonesia dengan fokus kepada: penyusunan assessment tool serta brainstorming pembentukan health tourism board/council
Yth. Ibu Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan (Events)
cc. 1.Bapak Direktur Wisata Alam, Budaya, dan Buatan
2. Ibu Direktur Promosi Wisata Minat Khusus
Mohon izin menyampaikan laporan kegiatan FGD Pengembangan Wisata Kesehatan di Indonesia dengan fokus kepada: penyusunan assessment tool serta brainstorming pembentukan health tourism board/council yang dilaksanakan pada Jumat, 9 April 2021 di Aloft Hotel, Wahid Hasyim Jakarta:
1️⃣ Kegiatan ini dihadiri oleh:
1.Direktur Wisata Alam, Budaya, dan Buatan, Bapak Alexander Reyaan;
2.Direktur Promosi Wisata Minat Khusus, Ibu Adella Raung;
3.Kepala Pusat Analisis Determinan Kesehatan, Kemenkes Ibu Pretty Multihartina;
4.Dewan Pakar Komisi Akreditasi Rumah Sakit, Bp. dr. Untung Suseno Sutarjo, M.Kes;
5.Kepala Bidang Humas dan Marketing Komisi Akreditasi Rumah Sakit, dr. Eka Viora, Sp.KJ, FISQua;
6.Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia, dr. Daeng M. Faqih;
7.Perhimpunan Kedokteran Wisata Indonesia, dr. Bambang;
8.Konsil Kedokteran Indonesia, dr. Mustikowati;
9.Tenaga Ahli Strategi Promosi Wisata Minat Khusus, Bp. Rizanto Binol;
10.Akademisi Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung, Bp. Jacob Ganef Pah;
11.Koordinator dan Sub Koordinator pada Direktorat Wisata Alam, Budaya, dan Buatan serta Direktorat Promosi Wisata Minat Khusus;
2️⃣ Rangkaian Kegiatan:
1. Pembukaan oleh Direktur Promosi Wisata Minat Khusus, Ibu Adella Raung:
• Quick Wins yang akan dilakukan Kemenparekraf terdiri dari 1) identifikasi isu mistrust melalui assessment tool dalam rangka penetapan branding serta rencana aksi komunikasi; 2) koordinasi dalam rangka pembentukan badan/entitas kolaboratif ekosistem wisata kesehatan atau health tourism board/council.
• Pengembangan wisata kesehatan berfokus di 3 lokasi: Sumatera Utara, Jakarta, dan Bali yang ditetapkan berdasarkan rating dan kualitas layanan medis yang bertujuan mendorong pergerakan wisatawan nusantara untuk memanfaatkan layanan kesehatan di dalam negeri serta menarik wisatawan mancanegara sebagai salah satu sumber devisa negara.
• Output utama kegiatan ini adalah instrumen penilaian key issues nonmedis/nonklinis pada segmen wisatawan kesehatan di 15 rumah sakit unggulan sebagai upaya peningkatan kualitas dan promosi layanan wisata kesehatan di Indonesia.
2. Sambutan Kepala Pusat Analisis Determinan Kesehatan, Ibu Pretty Multihartina:
• Dalam rangka pemulihan ekonomi nasional dan diusungnya wisata kesehatan sebagai program prioritas pemerintah maka dipersiapkan produk unggulan wisata kesehatan.
3. Paparan Progres Pengembangan Wisata Kesehatan oleh Subkoordinator Pengembangan Wisata Buatan I, Arya Galih Anindita:
• Berdasarkan kajian Roland Berger, terdapat 8 jenis layanan medis yang dipilih wisatawan Indonesia untuk berobat ke luar negeri.
• Terdapat dua segmen pasar wisatawan medis yang melakukan perawatan di luar negeri: Segmen Mistrusting, wisatawan yang tidak percaya pada pelayanan dan kapabilitas tenaga kesehatan di Indonesia serta Segmen Socially Conscious, wisatawan yang berobat ke luar negeri karena gaya hidup.
• Segmen mistrusting dipengaruhi oleh 9 key issues: 4 faktor klinis dan 5 faktor nonklinis
• Faktor nonklinis meliputi: ulasan pasien, keahlian komunikasi dokter, kepastian harga pelayanan, alur administrasi, dan pelayanan tambahan.
4. Paparan draft instrumen penilaian key issues nonklinis rumah sakit unggulan oleh Bapak Budi Rizanto Binol:
• Instrumen penilaian key issues nonmedis/nonklinis digunakan sebagai tools untuk menilai service quality wisata medis dengan responden wisatawan medis nusantara.
• Cara yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan wisatawan medis adalah memperbanyak berita atau ulasan positif terhadap pelayanan rumah sakit melalui news, story, dan publication.
• Service quality secara ideal dikembangkan dengan adanya penelitian pada pemberi layanan (provider). Akreditasi terhadap provider/rumah sakit telah dilakukan oleh lembaga akreditasi seperti KARS, JCI, dan ACHS.
• Pengembangan promosi dan branding wisata kesehatan melalui penilaian faktor nonklinis perlu dilakukan secara tidak bersinggungan dengan akreditasi yang telah dilakukan pada rumah sakit, salah satunya melalui penelitian menggunakan kuesioner sebagai instrumen penilaian terhadap responden konsumen/wisatawan medis, khususnya pada segmen mistrusting menggunakan skala likert 4.
• Branding yang akan dibuat ini diharapkan dapat mengubah segmen mistrusting menjadi trust dengan mengembangkan tools dalam assessing quality yang meliputi 5 indikator: tangible, reliability, responsiveness, assurance, dan empathy.
5. Tanggapan Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS), dr. Untung Suseno Sutarjo dan Ibu Eka Viora:
• KARS memiliki instrumen penilaian Manajemen Komunikasi dan Edukasi (MKE) yang terdiri dari 12 standar. Standar tersebut mengatur manajemen pelayanan dan komunikasi tenaga kesehatan/rumah sakit kepada pasien/konsumen.
• Harga layanan kesehatan di Indonesia merupakan salah satu key issues nonklinis. Harga yang lebih tinggi salah satunya dipengaruhi oleh pajak di Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan di luar negeri (Penang). Pertimbangan pengambilan keputusan bukan hanya pada harga yang murah tetapi juga harga yang pasti. Pernyataan terkait harga perlu dimasukkan ke dalam kuesioner.
• 5 aspek yang dipertimbangkan dalam pelayanan kesehatan: kenyamanan, jaminan follow-up, kejelasan biaya, kemudahan akses, kualitas SDM.
• Seluruh 15 rumah sakit unggulan sudah terakreditasi KARS Paripurna dan beberapa juga terakreditasi JCI dan ACHS.
• Komunikasi yang tidak memenuhi standar merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi kecenderungan pasien berobat di luar negeri.
6. Tanggapan dari Kemenkes, dr. Mukti Rahadian:
• Layanan unggulan di 15 rumah sakit akan dipetakan untuk dijadikan layanan unggulan wisata medis Indonesia.
• Agar hasil kuesioner tidak bias, responden perlu ditentukan menurut produk layanan unggulan yang dipilih.
7. Tanggapan Perhimpunan Kedokteran Wisata Indonesia, dr. Bambang:
• Indonesia akan menjadi co-host G20 Summit tahun 2022, diharapkan promosi dan branding wisata kesehatan dapat diangkat melalui event ini.
8. Tanggapan Konsil Kedokteran Indonesia, dr. Mustikowati:
• Kuesioner dibuat tidak hanya untuk meneliti kualitas pelayanan dokter dan perawat, tetapi juga komponen lain yang dialami konsumen seperti farmasi, layanan pasca perawatan, akses, dan fasilitas.
• KKI dengan Perkedwi sebagai organisasi profesi dapat bekerja sama dalam pelatihan pelayanan medis.
• Waktu tunggu layanan penunjang perlu dimasukkan ke kuesioner karena mempengaruhi waktu diagnosis dan pengambilan keputusan dokter.
9. Tanggapan Akademisi Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung, Bp. Jacob Ganef Pah:
• Terdapat 2 pendekatan dalam penyusunan kuesioner:
1) Dimensi pelayanan/ service quality, sebagaimana pendekatan yang digunakan dalam draft kuesioner
2) Service sequence, yaitu urutan layanan yang diberikan oleh rumah sakit kepada pasien. Dengan pendekatan ini, responden akan mengisi instrumen berdasarkan experience yang didapatkan. Perspektif experience customer (pasien dan pendamping) sangat diperlukan untuk membentuk persepsi yang akan membangun peluang pilihan berwisata kesehatan di Indonesia. Pendekatan paket wisata dan insentif bagi para pendamping pasien juga diperlukan.
10. Kesimpulan mengenai assessment tool oleh Direktur Wisata Alam, Budaya, dan Buatan, Bapak Alexander Reyaan:
• Dua langkah pengembangan medical tourism:
1) Kemenkomarves sebagai koordinator dalam pembangunan rumah sakit di 3 destinasi: Bali, Medan, Jakarta untuk program jangka panjang
2) Kemenparekraf dan Kemenkes berkolaborasi memetakan layanan unggulan 15 rumah sakit sebagai langkah promosi wisata kesehatan yang harus segera terealisasi.
• Target pasar di 3 destinasi wisata kesehatan: 1) Bali untuk wilayah Indonesia Timur dan mancanegara, terutama Australia dan Korea Selatan; 2) DKI Jakarta didominasi wisatawan Indonesia Tengah dan mancanegara untuk porsi lebih kecil; dan 3) Sumatera Utara didominasi wisatawan Indonesia. Rumah sakit unggulan di Sumatera Utara hanya 1 sehingga pasien tidak punya pilihan lain. Perlu masukan dari Kemenkes apakah di Sumatera Utara ada alternatif rumah sakit lain.
• Penetapan layanan unggulan 15 rumah sakit perlu dipetakan kembali berdasarkan 8 jenis layanan yang dipilih pasien Indonesia untuk berobat ke luar negeri. 8 jenis layanan tersebut diharapkan dapat terpenuhi di 15 rumah sakit sehingga orang Indonesia tidak perlu mencari 8 jenis layanan tersebut di luar negeri lagi.
• Dalam rangka peningkatan kualitas harga, perlu dilakukan komparasi harga dengan negara pesaing, pengambilan kebijakan khusus misal insentif, serta identifikasi faktor yang mempengaruhi harga.
11. Brainstorming mengenai pembentukan health tourism board/council dilaksanakan bersama Ketua Umum IDI dan pihak Kemenkes. Hal yang mengemuka dalam diskusi adalah:
• Saat ini brand “Indonesia Medical Tourism Board (IMTB)” sudah diklaim oleh sebuah platform/agency milik Rumah Sakit Bunda. Secara tangible, platform/agency ini sudah memiliki website yang dapat digunakan untuk reservasi memperoleh layanan medis di anak perusahaan Rumah Sakit Bunda. Hanya saja IMTB tidak memperoleh dukungan apapun dari rumah sakit lain maupun pemerintah.
• Kemenparekraf dan Kemenkes dapat menginisiasi pembentukan board/council yang lebih besar (health tourism), mengikutsertakan stakeholder bidang medical, wellness, sport health, wisata ilmiah kesehatan, serta pariwisata.
• Format board/council diarahkan kepada kolaborasi pemerintah-swasta, sehingga selain bertugas mengkomersialisasi produk wisata kesehatan, juga memiliki peran sebagai advokator kebijakan.
• IDI akan mendorong hal ini dengan mengirim surat audiensi kepada Menparekraf agar segera dapat dirumuskan langkah-langkah tindak lanjut.
3️⃣ Kesimpulan dan Tindak Lanjut:
• Perlu klasifikasi pertanyaan dalam kuesioner untuk mengurangi bias terhadap opini konsumen rumah sakit.
• Kuesioner tidak hanya berisi penilaian terhadap dokter dan perawat tetapi Profesional Pemberi Asuhan (PPA) yang mengacu pada standar MKE.
• Rancangan draft kuesioner hasil diskusi ini akan didiskusikan kembali minggu depan.
• IDI akan segera mengirim surat audiensi kepada Menparekraf untuk membahas pembentukan health tourism board/council, sementara Kemenpar dan Kemenkes menyiapkan usulan format dan business process.
Berikut kami sampaikan dokumentasi kegiatan di maksud.
Sambutan dan Pembukaan oleh Direktur Promosi Wisata Minat Khusus, Ibu Adella Raung
Laporan progress pengembangan wisata kesehatan oleh tim Kemenparekraf dan review oleh Narasumber
Rumusan kesimpulan dan tindak lanjut wisata kesehatan oleh Tim Kemenparekraf dan Kemenkes
Diskusi peserta FGD secara online
Brainstorming pembentukan health tourism board/council bersama Ketua Umum IDI dan Kemenkes
Demikian yang dapat kami laporkan. Terlampir kami sampaikan dokumentasi kegiatan ini. Atas perhatian Ibu, kami ucapkan terima kasih.