Pasaman Equator Festival

Pasaman Equator Festival dilaksanakan pada tanggal 23 Maret 2024 di Kawasan Ekuator Bonjol, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat.

 

Gambaran Umum

Kulminasi atau transit, atau dalam bahasa lokal disebut istiwa’ adalah fenomena ketika posisi matahari tepat berada di posisi paling tinggi di langit. Saat deklinasi matahari sama dengan lintang pengamat, fenomenanya disebut sebagai Kulminasi Utama. Pada saat itu, matahari akan tepat berada di atas kepala pengamat atau di titik zenit. Akibatnya, bayangan benda tegak akan terlihat “menghilang”, karena bertumpuk dengan benda itu sendiri. Karena itu, hari kulminasi utama dikenal juga sebagai hari tanpa bayangan.

Sehubungan dengan potensi yang menarik ini, maka fenomena alam yang terjadi di Kabupaten Pasaman ini dijadikan salah satu Calender of Events Sumatera Barat. Fenomena alam ini terjadi di kecamatan Bonjol setiap tanggal 21 s.d. 23 Maret dan 21 s.d. 23 September setiap tahunnya di tanah kelahiran Pahlawan Nasional Tuanku Imam Bonjol. Peringatan dilaksanakan tepat di Taman Wisata Equator Bonjol (garis khatulistiwa) di mana pada lokasi ini juga berdiri dengan megahnya patung dan museum Tuanku Imam Bonjol.

Pelaksanaan event yang telah terlaksana setiap tahunnya (sudah dirayakan selama lebih dua puluh tahunan) mendapat kepercayaan oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Indonesia menjadi tempat perayaan puncak peringatan Hari Meteorologi Dunia ke-74.

 

Event ini dihadiri oleh:

  1. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Bapak Sandiaga Salahuddin Uno;
  2. Sekretaris Utama BMKG Pusat, Bapak Dwi Budi Sutrisno;
  3. Wakil Gubernur Sumatera Barat, Bapak Audy Joinaldy;
  4. Sekretaris Deputi Bidang Industri dan Investasi, Bapak Oni Yulfian;
  5. Staf Khusus Menparekraf Bidang Pengamanan Destinasi Wisata dan Isu-Isu Strategis, Bapak Ario Prawiseso;
  6. Bupati Pasaman, Bapak Sabar;
  7. Rektor Institut Teknologi Sumatera, Bapak I Nyoman Pugeg Aryantha;
  8. Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda, Olahraga, dan Kebudayaan Kabupaten Pasaman, Bapak Ade Harlien;
  9. Unsur Forkopimda Provinsi Sumatera Barat dan Kabupaten Pasaman.

 

Rangkaian pelaksanaan event ini adalah sebagai berikut:

  • Event dimulai pada pukul 12.00 WIB dengan penyambutan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI bersama para tamu undangan di Taman Equator Bonjol dengan atraksi pencak silat. Para tamu bersama-sama berjalan menuju tenda VIP, dilanjutkan dengan sajian pertunjukan tarian selamat datang, Tari Pasambahan, yang dibawakan oleh Sanggar Tari se-Kabupaten Pasaman berkolaborasi dengan Sanggar Tari Paigek Sarumpun.
  • Penampilan pertunjukan tradisional “Lukah Gilo” yang dibawakan oleh anak-anak nagari Koto Kaciak, Kecamatan Bonjol. Lukah Gilo merupakan kesenian tradisional dari Suku Minangkabau yang tinggal di Sumatera Barat. Kesenian ini mirip dengan jelangkung yang dikendalikan oleh seorang pawang. Istilah lukah gilo berasal dari bahasa Minangkabau, di mana lukah berarti alat tangkap ikan yang terbuat dari anyaman rotan dan gilo berarti gila.
  • Atraksi fenomena alam perayaan titik kulminasi yang dipandu oleh Plt. Kepala Penelitian dan Pengembangan BMKG, Bapak Rahmat Triyono. Beliau menjelaskan:
    • Ada dua alat yang dikerahkan yaitu camble stokes sebagai alat pengukur intensitas matahari dan teropong. Kedua alat ini secara berkala memantau pergerakan matahari hingga mencapai tepat di atas khatulistiwa.
    • Bagi masyarakat Pasaman terdapat cerita kearifan lokal yang membersamai pergerakan matahari. Konon, jika posisi matahari dari arah selatan ke utara maka masyarakat harus melangkah dari utara ke selatan di garis khatulistiwa agar terlihat 10 tahun lebih muda.
    • Atas keunikannya ini, BMKG berencana akan mengusung wilayah Kecamatan Bonkol menjadi Geopark ke UNESCO. Harapannya, dapat menjadi daya tarik global yang mampu menarik perhatian para wisatawan dari berbagai penjuru dunia.
  • Sambutan Bupati Pasaman, Bapak Sabar. Beliau menyampaikan:
    • Dilaluinya Pasaman oleh garis khatulistiwa sangat potensial menjadikan Pasaman sebagai wisata alam astronomi, harus dimaksimalkan.
    • Dengan menggandeng Itera, Pasaman yang mengusung tagline Pasaman land of equator juga telah mengembangkan kawasan pariwisata terintegerasi Geopark Equator Pasaman, di  Bonjol, tepatnya di Kawasan Museum Tuanku Imam Bonjol, Pasaman.
  • Sambutan Wakil Gubernur Sumatera Barat, Audy Joinaldy. Beliau menyampaikan:
    • Dengan berbagai upaya yang dilakukan Pasaman, berkolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk kampus untuk membangun Land of equator, akan meningkatkan minat wisatawan hadir ke Pasaman.
  • Sambutan Sekretaris Utama BMKG Pusat, Bapak Dwi Budi Sutrisno. Beliau menyampaikan:
    • Peringatan Hari Meteorologi Dunia (HMD) ke-74 pada 23 Maret 2024 harus dimaknai sebagai momen untuk setiap insan manusia melakukan aksi iklim. Hal ini sejalan dengan tema World Meteorological Organization (WMO) yaitu “At The Frontline of Climate Action”.
    • Tema ini mengacu pada peran individu, kelompok, atau komunitas yang aktif terlibat dalam mengatasi perubahan iklim. Ini melibatkan upaya mitigasi, adaptasi, dan membangun ketahanan masyarakat. Untuk itu perlu adanya aksi iklim (climate action), tidak hanya dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah namun turut serta dilakukan oleh masyarakat melalui baik mitigasi untuk mengurangi emisi karbon maupun adaptasi terhadap dampak perubahan iklim.
  • Penampilan tarian dengan tema Imam Bonjol yang merupakan kolaborasi antara para pelajar Pasaman dan sanggar yang bekerja sama dengan ISI Padang Panjang.
  • Sambutan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Bapak Sandiaga Salahuddin Uno. Beliau menyampaikan:
    • Mendukung penuh kegiatan ini dan berkomitmen akan mengembangkan planetarium di Pasaman sebagai destinasi yang layak dikunjungi, sehingga bukan hanya Astro-Eco Tourism, namun juga wisata edukasi.
    • Posisi strategis Pasaman sebagai daerah Khatulistiwa dan juga tempat kelahiran Tuanku Imam Bonjol menjadi storynomics yang kuat sebagai modal pengembangan pariwisata di kawasan Pasaman.
    • Mendorong sebuah terobosan di mana desa wisata di Pasaman bisa masuk menjadi bagian dari ekosistem ADWI (Anugerah Desa Wisata Indonesia). Dan harapannya ke depan Pasaman Equator Festival dapat menjadi festival berkelas nasional.
  • Peluncuran secara resmi Pasaman Equator Festival, bersamaan dengan Peringatan Hari Meteorologi Dunia ke-74 ditandai dengan pemukulan gong oleh para tamu VIP.

 

Kesimpulan dan Evaluasi Kegiatan

  1. Event ini memerlukan perencanaan lebih matang. Terutama dalam penggodokan ide dan inovasi event. Jika menilik rekam jejak bahwa event ini sudah dilaksanakan dalam rentang 20 tahunan, seharusnya event ini dapat menemukan jati dirinya sebagai hallmark event di Pasaman yang mengangkat tentang fenomena yang terjadi di garis ekuator.
  2. Untuk mencapai target di atas, diperlukan kolaborasi aktif antara komunitas, hingga pelibatan BMKG dalam mengemas storynomics event yang berpusat pada astro-eco tourism.
  3. Pada aspek desain layout venue, sangat disayangkan dengan format panggung tenda ridging. Lebih baik bisa dimaksimalkan di kawasan garis imajiner untuk sajian fenomena matahari melintasi ekuator.
  4. Perlunya ditingkatkan promosi dan pemasaran event, agar wisatawan yang tertarik akan astro-eco tourism dapat datang dan menikmati fenomena ini di Pasaman.

Author: Vitria Narwastu

Tinggalkan Balasan