Gastronomy Talk with Kemenparekraf

Sabtu, 25 Juni 2022, Warung Pulau Kelapa, Ubud – Bali

 

Rapat dihadiri oleh:

  1. Ibu Rizki Handayani, Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan (Events), Kemenparekraf
  2. Bapak Alexander Reyaan, Direktur Wisata Minat Khusus, Kemenparekraf
  3. Ibu Vita Datau, Indonesia Gastronomy Network
  4. Chef Made Lugra, Ketua Ubud Chef Association
  5. Bapak Gustra Adyana, Inisiator Ubud Food Festival
  6. Bapak I Komang Puriana, Culinary Jalan-Jalan & Les is More (Ubud Food Festival)
  7. Bapak I Made Suparta, Canting Ubud
  8. Bapak Ida Bagus Agung Gunarthawa, Samsara Living Museum
  9. Bapak Janur Yasa, Moksa Ubud
  10. Chef Made Runatha, Moksa Ubud
  11. Bapak I Putuk Doddy, Nusantara by Locavore
  12. Bapak I Wayan Mudika, Bali Farm Cooking School
  13. Ibu Yuta Marisza Cordoba, Marisza Cordoba Foundation
  14. Ibu Erma, Casa Luna
  15. Ibu Sang Ayu, Kepala Bidang Destinasi, Dinas Pariwisata Kabupaten Gianyar
  16. Bapak Kiagoos Irvan Faisal, Koordinator Event Internasional, Dit. ENI, Kemenparekraf.
  17. Koordinator Bidang Produk dan Promosi Wisata Budaya dan Buatan, Dit. WMK, Kemenparekraf
  18. Subkoordinator Produk dan Promosi Wisata Budaya, Dit. WMK, Kemenparekraf

Acara dibuka oleh Bapak Direktur Wisata Minat Khusus, dilanjutkan dengan sambutan dan arahan dari Ibu Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan.

Poin Diskusi:

  1. Ibu Deputi menyampaikan mengenai hal-hal berikut:
  • Industri gastronomi saat ini dikembangkan dengan mengacu pada pilar ke-4 dari Indonesia Spice Up the World (ISUTW) campaign, yaitu Indonesia sebagai destinasi gastronomi, dalam rangka meningkatkan wisatawan minat khusus gastronomi.
  • Saat ini Indonesia tengah mendorong pengembangan 3 destinasi  gastronomi yaitu Bali (kesiapan ekosistem), Joglosemar (Borobudur: Relief to Table), dan Labuan Bajo (masih kurangnya atraksi gastronomi di destinasi prioritas ini).
  • Ramainya Ubud Food Festival dari tahun ke tahun memperlihatkan banyaknya wisatawan yang berkunjung untuk alasan gastronomi, dan gastronomi diprediksi akan tetap menjadi tren di masa yang akan datang. Maka, forum ini menjadi ajang untuk mempelajari karakteristik pengunjung wisata gastronomi Ubud, juga produk-produk wisata gastronomi yang ditampilkan.
  • Pola perjalanan wisata gastronomi di  Ubud tidak akan dibangun dari nol, karena sebelumnya  sudah pernah dibuat pola perjalanan wilayah Ubud, sehingga saat ini yang perlu dilakukan adalah penguatan Ubud sebagai destinasi gastronomi, dan bergerak menuju gastronomy tourism marketing. Berkaca pada Slow Food International, Ubud akan dikembangkan menjadi destinasi gastronomi yang memiliki kekhasan atraksi semacam itu.

 

  1. Sharing Session dipandu oleh Ibu Vita Datau
  • I Komang Puriana (Culinary Jalan-Jalan & Les is More, Ubud Food Festival) Bpk Puriana pernah membuat aktivitas culinary hopping di masa prapandemi, kegiatan yang dilakukan oleh wisatawan adalah melihat persiapan serta proses memasak, dan mencicipi makanan yang telah dimasak. Selain itu, wisatawan juga dapat tinggal di homestay dan ikut terlibat dalam proses memasak. Pasar terbesar dari kegiatan tersebut adalah wisatawan Eropa dan Australia, namun setelah adanya pandemi COVID-19, kegiatan semacam itu lebih diminati oleh wisatawan domestik, terutama dari Jakarta. Saat ini Bpk Puriana menjalankan Traditional Artisan Art Tour, salah satu pasar utama setelah adanya pandemi COVID-19 adalah sekolah-sekolah.
  • Gustra Adyana (Inisiator Ubud Food Festival)

Menurut Bpk Gustra, authenticity menjadi kekuatan Ubud. Dalam merangkai paket wisata untuk Ubud Food Festival, Bpk Gustra mendokumentasikan cerita-cerita rakyat di Bali bersama dengan praktisi sastra, karena narasi mengenai kuliner akan membangkitkan pariwisata.

  • Chef Made Lugra, Ketua Ubud Chef Association (UCA)
  • Saat ini UCA tengah mengembangkan Desa Taro di Gianyar menjadi desa rempah dengan pendekatan zero waste gastronomy menggunakan literatur sejarah Bali sebagai referensi
  • Bali memang bukan penghasil rempah, namun Bali merupakan sentral perputaran rempah orang-orang asing.
  • Hal yang perlu didorong Pemerintah adalah penerapan serta sertifikasi untuk hygiene and sanitation, karena pasca COVID-19 wisatawan masih ragu untuk berbelanja makanan yang tidak memiliki label hygiene and sanitation.
  • Bapak Ida Bagus Agung Gunarthawa, Samsara Living Museum (SLM)
  • SLM memiliki atraksi pariwisata berbasis masyarakat berupa museum yang berisi kehidupan sehari-hari di Bali. SLM membangun sebuah ekosistem yang mengoptimalkan potensi verbal keluarga dengan berbagai pilihan tematik karena menyasar pada pasar wisata minat khusus.
  • SLM menyajikan atraksi berupa nilai-nilai dalam kehidupan masyarakat di Bali, yang dirangkai dalam suatu narasi untuk memberikan pengalaman berwisata yang maksimal. – SLM berpendapat bahwa siklus kehidupan dapat menjadi inspirasi dalam menyusun paket wisata gastronomi yang sangat relatable dan live.
  • Bapak Janur Yasa, Moksa Ubud
  • Moksa berpendapat bahwa semua orang dapat membuat produk, namun tidak semua orang dapat membuat narasi mengenai suatu produk. Selain terkenal dengan konsep makanan vegan from farm to table, daya tarik lain dari Moksa adalah komitmennya terhadap sustainabilitas lingkungan yaitu zero plastic use.
  • Bapak I Made Suparta, Canting Ubud

Atraksi gastronomi yang disajikan oleh Canting adalah mengolah masakan mentah menjadi siap saji. Sebagian besar wisatawan Canting berasal dari Australia, Vietnam, dan Eropa. Prapandemi, Canting juga banyak dikunjungi oleh wisatawan dari Cina. Kegiatan yang dilakukan adalah berbelanja ke pasar, menanam padi, mengenal tradisi di dapur, memasak, dan ditutup dengan makan bersama. Paket minimal diikuti oleh 4 orang, dan maksimum 40 orang, dengan harga per pax sebesar Rp 350 ribu. Harga dimaksud masih tergolong murah untuk wisatawan mancanegara. Promosi paket wisata dilakukan melalui travel agent.

  • Ibu Sang Ayu, Kepala Bidang Destinasi, Dinas Pariwisata Kabupaten Gianyar

Dinas Pariwisata menanyakan memgenai tindak lanjut Ubud sebagai destinasi gastronomi dunia, dan mendapatkan penjelasan bahwa Indonesia perlu mendorong penyelesaian 1 buah buku lagi, dan untuk itu sebaiknya diadakan pertemuan yang diinisasi oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Gianyar.

 

  1. Simpulan, Tindak Lanjut, dan Rekomendasi
  • Dalam menciptakan pengalaman berwisata, khususnya wisata gastronomi, penting untuk mengaktivasi kelima indra manusia sehingga menghasilkan suatu experience yang otentik baik dari sisi budaya maupun rasa. Selain itu, narasi mengenai sejarah dan budaya makanan menjadi hal dasar yang harus terpenuhi. Saat ini sudah banyak narasi yang tersedia, namun diperlukan keahlian untuk mengemasnya menjadi suatu produk yang otentik dan menarik.
  • Highlight dari gastronomi adalah authenticity. Di Ubud, hal tersebut dapat diterjemahkan dalam beberapa konsep, misalnya bukan saja dalam hal budaya, namun penggunaan produk lokal Bali oleh restoran-restoran baik lokal maupun asing di Ubud juga dapat menjadi highlight. Sustainabilitas harus menjadi tujuan akhir.
  • Jenis produk wisata gastronomi yang tersedia di Ubud saat ini di antaranya makanan tradisional Bali maupun non tradisional dengan bahan baku lokal, yang biasanya memiliki komponen aktivitas berbelanja ke pasar, edukasi dan/atau praktik berkebun, memasak, serta menikmati makanan yang telah dimasak. Selain itu, produk wisata gastronomi tersebut biasanya dapat di-bundle sebagai bagian dari aktivitas wellness.
  • Pasar utama mancanegara berasal dari Australia, Eropa, dan Asia. Setelah adanya pandemi COVID-19, aktivitas gastronomi juga banyak diminati oleh wisatawan domestik.
  • Alur distribusi produk wisata gastronomi saat ini adalah melalui travel agent, dan juga melalui owned media yaitu melalui website.
  • Output dari pengembangan produk wisata gastronomi Ubud adalah sebuah buku yang updated dengan kondisi setelah adanya pandemi COVID-19.

Ubud Food Festival dapat menjadi contoh rekomendasi bagi destinasi lain dalam mempromosikan produk wisata gastronominya. a gastronomi.

Author: Komang Arjuna Tri Cahyana

Tinggalkan Balasan