Talkshow Jogja Festivals Forum & Expo 2024

Kegiatan Talkshow Jogja Festivals Forum & Expo 2024, dilaksanakan pada tgl 8 Maret 2024 di Ballroom GRAMM Hotel Yogyakarta.

Talkshow ini bertujuan untuk mengeksplorasi peran event sebagai penggerak pariwisata berkelanjutan, dengan fokus pada promosi warisan budaya, sumber daya alam, dan partisipasi masyarakat lokal. Dengan melibatkan para ahli dan praktisi di bidangnya, diskusi ini memberikan wawasan berharga tentang bagaimana festival & event bisnis (MICE) dapat bertindak sebagai katalis bagi pembangunan pariwisata berkelanjutan.

✅ Kegiatan dihadiri oleh,

🔸Keynote speakers:

1. GKR Bendara (Kepala Badan Promosi Pariwisata DIY)

2. Masruroh, S.Sos., MAB (Direktur MICE, Kementerian Pariwisata & Ekonomi Kreatif)

3. Alistair Speirs O.B.E (Chairman at Most Valued Business Indonesia)

4. Henri Krismawan, MM (Staf Ahli DPRD DIY)

5. Dr. Budi Irawanto (President of Jogja-Netpac Asian Film Festival – Indonesia)

🔸Moderator: Dr.Ing. Gregorius S. Wuryanto (Chairman of Jogja Creative Society)

🔸GM hotel-hotel dan para pelaku event di Yogyakarta

✅ Agenda kegiatan:

1️⃣ Acara dibuka oleh MC, dilanjutkan menyanyikan lagu Indonesia Raya

2️⃣ Pemutaran video profil JFFE

3️⃣ Sesi pemaparan

🔸Gusti Bendara, menyampaikan bahwa teman industri dan pemerintah di Yogyakarta, dari 2022 sudah mencanangkan aksi responsible tourism destination, yang salah satunya adalah program sustainability. Event di Jogja begitu banyak, namun perlu upaya hulu dan hilir, untuk meningkatkan awarness dan langkah di pariwisata berkelanjutan. BPPD sendiri akan menyelenggarakan Jogja Wellnes Festival di bulan November, untuk “hilang dan healing” yang dikonsep erat pada sustainabilty, dengan menggadengn para pelaku yang sudah bergerak di sustainabilty. Mulai dari komunitas, UMKM/kuliner, vendor, waste management.

🔸Ibu Masruroh, menyampaikan bahwa di Kemenparekraf sustainabilty tidak hanya enviroment, namun juga culture dan economy. Di aspek Culture, pengembangan event dengan kearifan lokal, baik yang sifatnya tradisional maupun aksi positif yang tengah berkembang di  masyarakat lokal. Dalam aspek Ekonomi, event harus memberikan dampak ekonomi seluas-luasnya, untuk itu kami menghitung dampak penyelenggaraan event, dari sebelum, saat berlangsung, hingga sesudah acara untuk mengevaluasi dan menyusun kebijakan kedepan. Hal ini tak luput dari upaya menggenjot UMKM serta penjualan paket event yang dapat menggerakkan wisatawan nusantara. Di aspek lingkungan, event diharapkan jadi platform gerakan ramah lingkungan, ini bahkan bisa dijalankan di konser besar seperti Coldplay. Terbaru, Kemenparekraf mengoptimalkan pemanfaatan teknologi, startup, maupun komunitas, untuk mengontrol dan mengurangi limbah serra emisi karbon.

🔸Bp. Alistairs, menjelaskan mengenai heritage cycle sebagai pondasi dalam sustainable tourism, yakni; by Understanding, by Valuing, bg Caring, dan from Enjoying. Dalam siklus ini, Jogjakarta atau Indonesia secara umum perlu memulai dengan melihat portofolio produk dan market. Saat ini event party / DJ Music menjadi populer, padat pengunjung dan tidak mengutamakan potensi lokal, hal masif seperti ini perlu jadi perhatian khusus dalam pariwisata berkelanjutan. Namun, event kebudayaan yang terlihat lebih support lokal dan pelestari budaya, juga beresiko mempunyai dampak terhadap lingkungan. Dalam penyelenggaraan event, Indonesia kaya konten yang otentik, maka dengan storytelling/dramatizing yang bagus, serta memperhatikan wow factor/interest impact, kita bisa menyisipkan pesan pariwisata berkelanjutan di dalamnya.

🔸Bapak Henri, menjelaskan terkait sustainable dari upaya regulasi apa yang bisa ditingkatkan, Perda 1 th.2019 perubahan dari Rencana Induk Pengembangan Daerah, yang saat ini sudah memperhatikan pariwisata berkelanjutan. Upaya regulasi ini juga pada rencana induk pariwisata daerah 2011, yang sudah diupdate di 2022. Walaupun memang tidak ada statement secara khusus soal pariwisata berkelanjutan, namun regulasinya menjaga ekonomi, tataruang, dan kebudayaan lokal. Hal ini diimplementasikan ke destinasi wisata di kawasan pegunungan yang saat ini di Jogja sedang berkembang hingga destinasi desa wisata.

🔸Bp. Budi, menyampaikan pengalamannya dalam penyelenggaraan festival film yang peduli terhadap pengolahan sampah, air, keamanan kesehatan pekerja, serta inklusif, termasuk dengan memperhatikan kenyamanan dengan disabilitas. Kelangsungan ke depan selain pendanaan juga secara sosial, baik stakeholders maupun komunitas sekitar lokasi penyelenggaraan festival. Aspek sosial ini mulai dari komponen konten utama seperti showcasing karya lokal hingga komponen pendukung, seperti pelibatan seniman dalam poster dan merchandise.

4️⃣ Sesi tanya jawab dan kesimpulan

🔸 Resiliensi festival di Jogja bertahan hingga tahunan tanpa bantuan pemerintah. Tahun Badan Promosi Pariwsata Daerah Yogyakarta ingin mengajak lebih banyak diskusi dengan tema-tema khusus terkait event. Hal ini sudah dicoba di ATF, pre & post tour dengan disambungkan event-event yang berlangsung saat itu.

🔸 Kemenparekraf membedakan event salah satunya melalui jenis pendukungannya. Tahun ini fokus pemerintah untuk meningkatkan kelas penyelenggaraan event, dan melihat negara lain. Misalnya di Singapura, beberapa industri pendukung seperti akomodasi/transportasi diizinkan menaikkan harga dengan mendukung event yang sedang diselenggarakan.

🔸 DPRD menyoroti sustainabily event dari sisi pendanaan, perlu dikawal dan komitmen bersama. Sehingga bilamana ada kebijakan atau regulasi yang perlu diambil, bisa diwujudkan bersama sesuai ketentuan dan porsi yang ada.

5️⃣ Penutup dan Foto bersama

✅ Evaluasi dan Tindak Lanjut

🔸Acara berlangsung dengan lancar, promosi yang lebih optimal dapat meningkatkan jumlah audiens dan partisipasi para industri/komunitas, serta mendatangkan output yang bisa menjawab isu-isu terkini di dunia event, utamanya event lokal.

🔸Forum semacam ini dapat dieskalasikan menjadi ruang tingkat internasional, mengingat Indonesia yang banyak event otentik.

🔸Bersamaan dengan acara ini, Kemenparekraf diundang dalam pembukaan Museum Keraton, yang dibuka hingga 24 Agustus. Ini dapat menjadi extended activity bagi penyelenggaraan MICE di Yogyakarta, maupun sebagai konten incentive trip.

Event Report: Jogja Festivals Forum & Expo 2024 Talkshow

Jogja Festivals Forum & Expo 2024 Talk show, held on March 8, 2024, at the Ballroom of GRAMM Hotel Yogyakarta. The talk show aims to explore the role of events as a booster of sustainable tourism, focusing on promoting cultural heritage, natural resources, and local community participation. By involving experts and practitioners in their fields, this discussion provides valuable insights into how festivals and business events (MICE) can act as catalysts for sustainable tourism development.

The event was attended by:

  • Keynote speakers:
  1. GKR Bendara (Head of DIY Tourism Promotion Agency)
  2. Masruroh, S.Sos., MAB (Director of MICE, Ministry of Tourism & Creative Economy)
  3. Alistair Speirs O.B.E (Chairman at Most Valued Business Indonesia)
  4. Henri Krismawan, MM (Expert Staff of DIY Regional Council)
  5. Dr. Budi Irawanto (President of Jogja-Netpac Asian Film Festival – Indonesia)

Moderator: Dr. Ing. Gregorius S. Wuryanto (Chairman of Jogja Creative Society)

GMs of hotels and event stakeholders in Yogyakarta

Agenda of activities:

  1. The event was opened by the MC, followed by singing Indonesia Raya (National Anthem)

2. Screening of the JFFE profile video

3. Presentation session

  • Gusti Bendara emphasized that the industry friends and the government in Yogyakarta, since 2022, have been implementing responsible tourism destination actions, one of which is sustainability programs. There are numerous events in Jogja, but efforts are needed upstream and downstream to increase awareness and steps towards sustainable tourism. The BPPD itself will organize the Jogja Wellness Festival in November, focusing on “healing and disappearing,” closely tied to sustainability, involving stakeholders who are already engaged in sustainability.
  • Ibu Masruroh mentioned that in the Ministry of Tourism and Creative Economy, sustainability is environmental but also cultural and economic. In the cultural aspect, event development with local wisdom, both traditional and positive actions evolving in the local community. In terms of economy, events should have a wide-ranging economic impact, so we calculate the event’s impact from before, during, and after the event to evaluate and formulate future policies. This includes boosting SMEs and selling event packages that can attract domestic tourists. In terms of the environment, events are expected to be a platform for environmental-friendly movements, even in large concerts like Coldplay.
  • Mr. Alistairs explained the heritage cycle as the foundation for sustainable tourism, which includes Understanding, Valuing, Caring, and Enjoying. In this cycle, Jogjakarta, or Indonesia in general needs to start by looking at product portfolios and markets. Currently, party events/DJ music are popular, and crowded, and do not prioritize local potential; these massive events need special attention in sustainable tourism. However, cultural events that are more supportive of local culture preservation also risk having an impact on the environment.
  • Mr. Henri explained the sustainable aspect of what regulatory efforts can be enhanced, such as the 2019 Local Regulation change from the Regional Development Master Plan, which now considers sustainable tourism. These regulatory efforts also focus on the regional tourism master plan in 2011, which was updated in 2022. Although there is no specific statement about sustainable tourism, the regulations aim to preserve the economy, spatial planning, and local culture.
  • Mr. Budi shared his experience organizing a film festival that cares about waste management, water, worker health safety, and inclusivity, including considering comfort for people with disabilities. Sustainability in the future, besides funding, also involves social aspects, both stakeholders and communities around the festival venue. The social aspect starts from main content components like showcasing local works to supporting components like involving artists in posters and merchandise.

4. Q&A Session and Conclusion:

The resilience of festivals in Jogja has lasted for years without government assistance. This year, the Yogyakarta Tourism Promotion Agency wants to engage in more discussions on specific themes related to events. This has been tried at ATF, pre & post-tours connected to events happening at that time.

The Ministry of Tourism and Creative Economy distinguishes events through their types of support. This year, the government’s focus is on improving the class of event organization and looking at other countries. For example, in Singapore, several supporting industries like accommodation/transportation are allowed to increase prices in support of ongoing events.

The Regional Council highlights the sustainability of events from a funding aspect, requiring joint monitoring and commitment.

5. Closing and Group Photo

Author: mela dewi

Tinggalkan Balasan